Carika , lengkapnya Carica papaya, merupakan tumbuhan yang berasal dari Meksiko bagian selatan dan bagian utara dari Amerika Selatan, yang telah menyebar luas dan ditanam di wilayah tropis. Di Indonesia, dikenal sebagai papaya,konon diambil dari bahasa Belanda “papaja”, yang ternyata mengambil nama dari bahasa Arawak “papaya”.
Saat terpastikan saya dan seorang teman , dr Alinda Rubiati SpA (K) akan memenuhi undangan sahabat dr Dimyati Ahmad SpB dan istri,untuk inap di Wonosobo, saya berkomunikasi dengan ibu Elly Dimyati, menanyakan apa yang khas yang bisa saya peroleh dari Wonosobo dan sekitar, ibu Elly menyebut Carica (dibaca- Karika). Kalau disebut Carica, yang dimaksud bukan papaya pada umumnya, namun papaya mini yang hanya ada di Indonesia (hanya di Dieng), Brazil (Amerika Tengah). Buah bernama Latin carica candamarcensis hok ini tumbuh dikatakan di semua rumah penduduk Dieng yang berada pada ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut, namun bila ditanam di luar Dieng, akan menjadi papaya biasa. Sore hari saat tiba di kediaman dr Dimyati, tak lama kemudian datang hantaran carica basah, yang disebut sebagai carica in syrup. Ngga tahu harganya, bu Elly yang bayar, aduh…terima kasih. Mas yang mengantar menyebutnya dengan nama gandul, asisten rumah tangga ayah kami yang asli Wonosobo menyebutnya kates.
DATARAN TINGGI DIENG-WONOSOBO
Sabtu, 24 November 2012
Zaman dahulu, ada sebuah kerajaan di Jawa Barat
bernama Kutatanggeuhan. Kutatanggeuhan merupakan kerajaan yang makmur
dan damai. Rakyatnya hidup tenang dan sejahtera karena dipimpin oleh
raja yang bijaksana. Raja Kutatanggeuhan bernama Prabu Suwartalaya dan permaisurinya bernama Ratu Purbamanah. Raja dan ratu sangant bijaksana sehingga kerjaan yang dipimpin makmur dan tenteram.
Semua
sangat menyenangkan. Sayangnya, Prabu dan istrinya belum memiliki anak.
Itu membuat pasangan kerajaan itu sangat sedih. Penasehat Prabu
menyarankan, agar mereka mengangkat anak. Namun Prabu dan Ratu tidak
setuju. “Buat kami, anak kandung adalah lebih baik dari pada anak
angkat,” sahut mereka.
Ratu
sering murung dan menangis. Prabu pun ikut sedih melihat istrinya. Lalu
Prabu pergi ke hutan untuk bertapa. Di sana sang Prabu terus berdoa,
agar dikaruniai anak. Beberapa bulan kemudian, keinginan mereka
terkabul. Ratu pun mulai hamil. Seluruh rakyat di kerajaan itu senang
sekali. Mereka membanjiri istana dengan hadiah.
Sembilan
bulan kemudian, Ratu melahirkan seorang putri yang diberinama Gilang
Rukmini . Penduduk negeri pun kembali mengirimi putri kecil itu aneka
hadiah. Bayi itu tumbuh menjadi anak yang lucu. Belasan tahun kemudian,
ia sudah menjadi remaja yang cantik.
Prabu
dan Ratu sangat menyayangi putrinya. Mereka memberi putrinya apa pun
yang dia inginkan. Namun itu membuatnya menjadi gadis yang manja. Kalau
keinginannya tidak terpenuhi, gadis itu akan marah. Ia bahkan sering
berkata kasar. Walaupun begitu, orangtua dan rakyat di kerajaan itu
mencintainya.
Hari
berlalu, Putri pun tumbuh menjadi gadis tercantik di seluruh negeri.
Dalam beberapa hari, Putri akan berusia 17 tahun. Maka para penduduk di
negeri itu pergi ke istana. Mereka membawa aneka hadiah yang sangat
indah. Prabu mengumpulkan hadiah-hadiah yang sangat banyak itu, lalu
menyimpannya dalam ruangan istana. Sewaktu-waktu, ia bisa menggunakannya
untuk kepentingan rakyat.
Prabu
hanya mengambil sedikit emas dan permata. Ia membawanya ke ahli
perhiasan. “Tolong, buatkan kalung yang sangat indah untuk putriku,”
kata Prabu. “Dengan senang hati, Yang Mulia,” sahut ahli perhiasan. Ia
lalu bekerja d sebaik mungkin, dengan sepenuh hati. Ia ingin menciptakan
kalung yang paling indah di dunia, karena ia sangat menyayangi Putri.
Hari
ulang tahun pun tiba. Penduduk negeri berkumpul di alun-alun istana.
Ketika Prabu dan Ratu datang, orang menyambutnya dengan gembira.
Sambutan hangat makin terdengar, ketika Putri yang cantik jelita muncul
di hadapan semua orang. Semua orang mengagumi kecantikannya.
Prabu
lalu bangkit dari kursinya. Kalung yang indah sudah dipegangnya.
“Putriku tercinta, hari ini aku berikan kalung ini untukmu. Kalung ini
pemberian orang-orang dari penjuru negeri. Mereka sangat mencintaimu.
Mereka mempersembahkan hadiah ini, karena mereka gembira melihatmu
tumbuh jadi dewasa. Pakailah kalung ini, Nak,” kata Prabu.
Putri
menerima kalung itu. Lalu ia melihat kalung itu sekilas. “Aku tak mau
memakainya. Kalung ini jelek!” seru Putri. Kemudian ia melempar kalung
itu. Kalung yang indah pun rusak. Emas dan permatanya tersebar di
lantai.
Itu
sungguh mengejutkan. Tak seorang pun menyangka, Putri akan berbuat
seperti itu. Tak seorang pun bicara. Suasana hening. Tiba-tiba
meledaklah tangis Ratu Purbamanah. Dia sangat sedih melihat kelakuan
putrinya.Akhirnya semua pun meneteskan air mata, hingga istana pun basah
oleh air mata mereka. Mereka terus menangis hingga air mata mereka
membanjiri istana, dan tiba-tiba saja dari dalam tanah pun keluar air
yang deras, makin lama makin banyak. Hingga akhirnya kerajaan
Kutatanggeuhan tenggelam dan terciptalah sebuah danau yang sangat indah.
Di hari yang cerah, kita bisa melihat danau itu penuh warna yang indah dan mengagumkan. Warna itu berasal dari bayangan hutan, tanaman, bunga-bunga, dan langit di sekitar telaga. Namun orang mengatakan, warna-warna itu berasal dari kalung Putri yang tersebar di dasar telaga. Diposkan oleh Surya Wisata di 10:22
dataran tinggi yang unik
Di tempat ini Anda dapat melihat candi
bercorak Hindu dengan arsitektur yang indah dan unik. Selain itu daerah
wisata ini juga memiliki Dieng Plateau Theater yang menyediakan
informasi keajadian alam di sekitar Dieng. Bioskop ini mampu menampung
100 kursi, memiliki taman yang asri dan sangat nyaman untuk Anda
bersantai sambil dimanjakan dengan panorama indah dari rangkaian
pegunungan sekitarnya.
Nama ‘Dieng’ sendiri berasal dari bahasa Sansekerta yaitu “Di” yang berarti tempat yang tinggi dan ”Hyang” yang
artinya tempat para dewa dewi. Diartikan kemudian sebagai tempat
kediaman para dewa dan dewi. Ada juga yang mengartikannya dari bahasa
Jawa yaitu “adi” berarti indah, berpadu dengan kata “aeng” yang artinya aneh. Penduduk setempat kadang mengartikannya sebagai tempat yang indah penuh dengan suasana spiritual.
Dataran tinggi Dieng bagaikan negeri di
atas awan. Terhampar di ketinggian 2.000 m di atas permukaan laut
membuat udaranya sejuk dan menyegarkan serta ditutupi kabut tebal.
Karena keindahannya yang menakjubkan inilah diyakini bahwa Dieng dipilih
sebagai tempat yang sakral dan tempat bersemayamnya dewa dewi.
Anda akan melihat lumpur mendidih yang
mengeluarkan gelembung, danau belerang berwarna cerah, dan kabut tebal
yang menyelimuti dataran tinggi Dieng. Melihat, merasakan, dan
membayangkan tempat ini secara langsung akan membuat Anda memahami
mengapa masyarakat Jawa menganggap Dieng sebagai tempat yang memiliki
kekuatan supernatural. Saat terpesona dengan keindahan alam Dieng maka
Anda sekaligus juga merasakan getaran misterius di tempat ini.
Kawasan Dieng memiliki banyak
candi-candi kecil yang dinamai tokoh-tokoh cerita epik Mahabrata
seperti Bima, Gatot kaca, Arjuna dan Srikandi. Diyakini bahwa
candi-candi ini dulu digunakan sebagai tempat tinggal para pendeta yang
menyebarkan ajaran Hindu.
Keindahan pemandangan alam kawasan Dieng
telah banyak memukau wisatawan yang datang dan memberi kesan mendalam
secara pribadi. Mulai dari danau-danau berwarna hijau dan kuning, airnya
yang jernih dapat menjadi cermin, keindahan alam kawasan ini sungguh
luar biasa. Danau cermin ini merupakan fenomena keindahan dataran
tinggi Dieng yang sungguh mengagumkan.
Jika Anda mendaki ke atas dataran tinggi
Dieng maka seolah berada di puncak dunia. Anda akan mendapatkan
pengalaman yang luar biasa saat melihat pemandangan danau yang
berwarna-warni dan berkabut tebal di sekelilingnya.
Bila itu belum cukup dan Anda ingin
merasakan pengalaman yang lebih spektakuler maka datanglah ke dataran
tinggi Dieng untuk melihat matahari saat terbit dan terbenam dengan
warna keemasan dan keperakan yang luar biasa. Sunrise yang indah ini merupakan fenomena alam yang unik dan mengagumkan apalagi bila Anda melihatnya dari atas candi.
Saat perjalanan menuju ke daratan tinggi Dieng ini Anda akan melewati perkebunan tembakau dan pemandangan gunung yang indah.
Menelisik fenomena anak gimbal atau
penduduk setempat menyebut "anak gembel" yang tinggal di Dataran Tinggi
Dieng merupakan pengalaman yang unik. Menurut kepercayaan warga
setempat, anak gimbal merupakan anugerah dari para dewa sehingga
fenomena ini patut disukuri. Biasanya jika rambut anak gimbal dipaksakan
dipotong, maka si anak akan cenderung sakit-sakitan, dan anehnya rambut
gimbal anak-anak gimbal tidak secara alami tumbuh ketika mereka
dilahirkan, namun tumbuh saat usia mereka menginjak 1-2 tahun.
Langganan:
Postingan (Atom)